Ads Top


Catatan Pengajar #7: Sejuta Cahaya Dibalik Debu Nanga-Nanga



      Dewasa ini kota kendari telah mengalami kemajuan pembangunan yang cukup signifikan. Pelebaran jalan, luapan ruko-ruko  hingga bangunan hotel dan perbelanjaan menjadi hal yang lumrah kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari di kota ini. Pemerintah dan sebagian kalangan di masyarakat mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat kota Kendari mengalami kemajuan pesat.   

         Namun, Nanga-Nanga tidak termasuk dalam daerah yang turut menerima gencarnya pembangunan itu. Nanga-Nanga adalah salah satu daerah yang terisolasi oleh segala fasilitas perkotaan. Hal ini dapat dirasakan jika kita datang kesana. Nanga-Nanga berjarak kurang lebih sepuluh kilometer dari Kantor Gubernur Sultra, atau jika perjalanan dilakukan dari wilayah Baruga, lokasi ini berjarak kurang lebih lima kilometer dari SMAN 5 Kendari. Adik-adik binaan Gerakan Kendari Mengajar pada umumnya bersekolah di SD N 20 Baruga. Untuk datang ke Sekolah , adik-adik harus berjalan kaki 1 hingga 5 km dengan kondisi jalan yang berdebu dan berlubang. 
Jalan di Nanga-Nanga Menjelma menjadi "Adonan Mentega Raksasa"
         Saat musim hujan, jalan menuju Nanga-Nanga akan menjelma mejadi "adonan mentega raksasa". Jika itu terjadi para volunteerpun menjelma menjadi para pengendara off-road yang dengan lihainya harus menaklukan medan yang telah terbentang dihadapan mereka.
 
Kondisi Jalan di saat Musim Kemarau
       Dimusim kemarau seperti saat ini, masker menjadi kebutuhan pokok yang senantiasa harus kami bawa untuk menemani perjalanan kami ke Nanga-Nanga. Jalan yang sejatinya menjelma menjadi "adonan mentega raksasa" di musim hujan akan bermetamorfosa secara sempurna menjadi karpet panjang beralaskan butiran debu berwarna putih dan kuning di sepanjang jalan menuju ke SD-SMPN Satu Atap Baruga.

      

         Pernah satu waktu, tepatnya, di penanggalan 27 September 2014 lalu, saya dan salah seorang kakak volunteer, Kak Askar, melakukan perjalanan jalan kaki selama 1 jam dari jalanan utama (belakang SMA 5 Kendari-Red) menuju ke SD-SMPN Satu Atap Baruga, tempat kami mengajar di hari Sabtu tiap minggunya. Hal ini kami lakukan bukan dengan maksud sedang melaksanakan program diet dalam menurunkan berat badan ataupun sebagainya, sungguh, hal ini kami lakukan  untuk turut merasakan hal yang sama seperti yang adik-adik kami rasakan tiap harinya. Panas, jalanan berlubang, penuh bebatuan serta debu mengiringi langkah kami hari itu. Sungguh perjalanan yang sangat menguras energi. Tak terbayangkan ketangguhan adik-adik kami harus melalui hal ini setiap hari, enam hari seminggu dalam rangka memperoleh hak mereka terhadap pendidikan.

        Dilain waktu, saya mendapat kesempatan untuk bergabung bersama Kak Nur yang sejak dulu mengajar di kelas 1. Hari itu kami membawakan Tema “Membuat Kartu Nama”. Hal yang sangat sederhana namun memberikan kebahagiaan yang sangat luar biasa bagi adik-adik kami. Kartu-kartu yang mereka buat dihiasi dengan  segala imajinasi mereka. Pohon, rumah, gunung, matahari, bunga, bendera indonesia dan yang lainnya terlukis dengan paduan warna-warna indah. Mungkin, Nanga-Nanga adalah salah satu daerah dari sekian daerah yang terisolir oleh kemegahan ibu kota provinsi di bumi pertiwi ini, namun satu hal yang patut disyukuri, bahwasanya hal itu tak pernah membuat hati, pikiran dan imajinasi adik-adik kami terbelunggu, sebaliknya kami menyaksikan betapa imajinasi mereka telah terlukis dengan sejuta impian yang dapat mereka bayangkan.    

 
Panas terik yang membakar kulit, jalanan berlubang penuh bebatuan serta hamparan debu yang bertebaran bukanlah kendala buat adik-adik kami dalam mengejar impian mereka. Debu-debu tersebut layaknya cahaya. Cahaya yang akan menuntun mereka mamasuki Taman Surga yang ditumbuhi oleh sejuta bunga-bunga impian. Dibawah teriknya panas matahari yang memanggang kulit, tak sekalipun terdengar keluhan yang terucap dari mulut mungil mereka, canda tawa senantiasa mengiri langkah kaki mereka, sapaan "assalamualaikum" yang dihiasi senyuman sumringah senantiasa terdengar ketika kami melewati mereka dalam perjalanan pulang. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah pemandangan indah menyejukkan mata, mereka layaknya sebuah pelangi yang senantiasa terpatri dalam ingatan. Jika mereka bisa menikmati panas dengan canda tawa, maka kamipun berikrar menjadikan panasnya sang mentari sebagai pembakar semangat dalam mengantarkan mereka dalam menggapai sebuah cita-cita. (AII/AN) 
Catatan Pengajar #7: Sejuta Cahaya Dibalik Debu Nanga-Nanga Catatan Pengajar #7: Sejuta Cahaya Dibalik Debu Nanga-Nanga Reviewed by Unknown on 01.27 Rating: 5

Tidak ada komentar


close