MERAYAKAN HARI BUKU SEDUNIA
Suasana
Museum Sulawesi Tenggara di 23 April sore itu terasa berbeda dari biasanya. Keramaian
yang terbentuk di sana bukan ditujukan untuk menyaksikan jejak arkeologi khas
museum seperti di hari-hari lain. Melainkan, untuk memperingati World Book Day yang, tahun ini,
dirayakan dengan antusiasme yang sedikit istimewa. Dikomandoi oleh Forum Taman
Baca Masyarakat (FTBM) Sulawesi Tenggara, beberapa komunitas lokal seperti Gerakan Kendari Mengajar (GKM), IDEA
Project, Forum Lingkar Pena (FLP) Kendari, Komunitas Sastra Muda (KSM), Pustaka
Kabhanti, Laskar Sastra, Komunitas Arus, Dade Book, dan Rumah Andakara, bersama-sama
menggelar beberapa sesi acara untuk merayakan hari buku sedunia itu. Bazaar baca,
pentas seni dan sastra, workshop seni, diskusi sastra, musikalisasi puisi, dan
tentu saja, silaturrahim sastra.
Memasuki
kompleks museum, di sisi Barat, tak jauh dari RUPA (Rumah Pengetahuan), tampak beberapa
komunitas sibuk mengatur stan sederhana—berupa meja—masing-masing. Satu per satu
buku dikeluarkan dari tas dan kardus bawaan mereka, yang tampak begitu berat.
Buku-buku itu kemudian disusun dengan rapi, siap menyambut khalayak baca. Waktu
menunjukkan pukul 16.30 WITA ketika pengunjung bazaar mulai berdatangan. Dari anak-anak
hingga orang tua mulai menyesaki stan-stan yang ada. Uniknya, petugas tiap
stan—yang adalah pegiat literasi dari banyak komunitas sastra di Kota Kendari—terdengar
mengajak para pengunjung untuk mendatangi stan mereka, dengan kata-kata penuh
bujukan, layaknya pedagang yang provokatif.
Kegiatan
peringatan hari buku sedunia sore itu diawali dengan baca buku bersama. Hanya
ada hening yang melingkupi di sepanjang tiga puluh menit waktu yang
dialokasikan untuk kegiatan ini. Semua peserta baca bersama tampak khusyuk
menekuri buku-buku pilihan mereka. Hingga akhirnya tiga puluh menit usai dan
seorang perupa residensi bernama Kak Reno, memulai Workshop Pensil Arang-nya. Seniman
muda yang menamatkan pendidikan tingginya di salah satu kampus di Australia
ini, berbagi pengetahuannya kepada para peserta workshop tentang penggunaan
pensil arang sebagai media gambar.
Ternyata,
penggunaan pensil arang sebagai alat gambar, memiliki hasil yang sangat berbeda
bila dibandingkan dengan pensil biasa. Pensil arang akan menghasilkan warna
hitam yang lebih mencolok. Cara membuatnya pun ternyata sangat mudah. Kita
cukup menyediakan ranting kayu dan alat bakar yang terbuat dari kaleng. Segala
jenis kayu bisa digunakan dan mudah didapatkan di sekitar kita. Pertama kulit
ranting kayu dilepaskan dari batangnya untuk menghasilkan arang yang cocok
sebagai alat gambar. Kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang ditutup rapat
namun diberikan sedikit lubang. Proses pembakaran tidak dilakukan secara
langsung agar tidak menghasilkan CO2 akibat reaksi api dan ranting kayu.
Karena yang dibutuhkan adalah arang yang hanya mengandung karbon. Nyala api dan
ukuran kalengnya pun harus disesuaikan dengan jumlah ranting kayunya. Asap yang
keluar dari lubang menandakan ranting kayu sudah menjadi arang yang siap
digunakan. Lalu, agar dapat digunakan dengan mudah pensil arang dapat dibuatkan
pegangan yang terbuat dari bambu.
Dalam
workshop tersebut, peserta kemudian
dapat melakukan praktek langsung. Setiap peserta dibekali dengan selembar
kertas dan pensil arangnya masing-masing, dan disilakan untuk berekspresi
dengan objek yang sudah disediakan, yakni dua gadis manis dari IDEA Project yang
berdiri di tengah-tengah mereka. Untuk menjaga hasil gambar tetap awet, menurut
Kak Reno, maka gambar disemprot dengan Pylox (Clear), lalu dikeringkan. Hasil gambar kemudian dipamerkan bersama.
Wah, kapan-kapan, kakak-kakak volunteer ingin
mempraktekkannya juga di daerah binaan GKM.
Sebelum
memasuki waktu adzan magrib, peserta acara disuguhi dengan pembacaan puisi dari
beberapa komunitas sastra, di antaranya Laskar Sastra, FLP (Forum Lingkar Pena)
Kendari, Rumah Andakara, dan Komunitas Arus. Di sebuah panggung kecil berukuran
60 x 60 meter, berlatar belakang bola sapu lidi (salah satu konsep pameran
instalasi yang akan digelar 7 Mei 2016), teman-teman komunitas sastra ini
berpuisi dengan sangat ekspresif dan memukau.
Selepas
magrib, para penikmat literasi yang turut serta memeriahkan perayaan hari buku
sedunia ini, duduk bersama untuk menikmati santap malam. Dengan menu ikan bakar
dan sambal colo-colo (hidangan sambal
mentah superpedas khas Ambon, yang juga populer di Sulawesi Tenggara, sebagai
pendamping ikan bakar) menjadi suguhan yang semakin mengakrabkan suasana hangat
dan santai malam itu.
Usai
santap bersama, pertunjukan musik angklung dari GKM hadir menyemarakkan malam
yang beranjak pekat. Kak Harun, Kak Ace, Kak Reni, Kak Ucend, Kak Nur, Kak
Sukma, Kak Sul dan Kak Fai tampil memainkan dua buah lagu, yakni Laskar Pelangi
dan Gundul-Gundul Pacul. Penampilan singkat kakak-kakak volunteer ini mampu membuat seluruh pengujung ikut menyanyikan lagu
yang mereka tampilkan.
Penampilan
angklung dari kakak-kakak volunteer GKM
tersebut mengawali sesi diskusi sastra antarkomunitas pegiat literasi Kota
Kendari, yang menampilkan Ketua FTBM (Forum Taman Baca Masyarakat) Sulawesi
Tenggara, Syaifuddin Gani, dan Kasubdit Keaksaraan & Kesetaraan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Pak Samto, sebagai pembicara utama. Diskusi ini
dipandu oleh Kak Amal yang merupakan wakil ketua FTBM Sultra, yang juga adalah salah
seorang kakak volunteer GKM.
Diskusi
ini menjadi momen refleksi bagi setiap komunitas sastra di Kota Kendari perihal
aktivitas bersastra mereka. Pak Syaifuddin Gani, dalam arahannya berharap, agar
komunitas sastra ini tetap saling bersinergi dalam rangka mengembangkan
literasi di kota Kendari. Adapun Pak Samto, membagikan beberapa hal menarik
mengenai budaya baca dan event sastra
yang sedang diprogramkan pemerintah. Menurut beliau, Indonesia merupakan negara
dengan budaya membaca yang teramat rendah. Oleh karena itu, pemerintah
mencanangkan Langkah 15 Menit Membaca bagi seluruh siswa,
sebelum pelajaran dimulai setiap harinya. Selain itu, masih dari Pak Samto,
seolah menegaskan pernyataannya tentang Kota Kendari yang menurutnya merupakan
salah satu daerah yang budaya literasinya sedang berkembang, dalam waktu dekat
ini, akan dihelat dua event sastra
yang patut kita tunggu. Yakni, Gerakan Indonesia Membaca (GIM), dan pembentukan
Kampung Literasi, sebagai apresiasi pemerintah terhadap pegiat literasi yang
ada di Kendari.
Disela-sela
diskusi sastra, representasi dari KSM (Komunitas Sastra Muda) dan Komunitas
Arus tampil membacakan puisi. Diskusi kemudian berakhir dengan sebuah tekad
baru, yang lahir di antara komunitas pegiat sastra Kota Kendari ini, untuk
menciptakan sinergitas yang baik dalam rangka membangun literasi di Kota Kendari,
dan Sulawesi Tenggara pada umumnya.
Perayaan
hari buku sedunia ini pun ditutup dengan gelaran pembacaan puisi dari Rumah
Andakara dan musikalisasi puisi dari Laskar Sastra, serta pembagian buku dari
FTBM Sultra kepada. (GKM)
MERAYAKAN HARI BUKU SEDUNIA
Reviewed by Unknown
on
19.27
Rating:

Tidak ada komentar