POP (Pekan Olahraga Puulonggida): Mendidik dengan Sportivitas
Kepala yang baik dan hati yang baik selalu merupakan kombinasi yang hebat. Namun saat kamu menambahkan lidah atau pena yang terpelajar, maka kamu memiliki sesuatu yang istimewa, “Nelson Mandela”
Ungkapan inilah yang menjadi landasan dari volunteer GKM
selalu berusaha menyempatkan waktunya untuk kembali melewati “Titian Menuju
Nyala” . Bukan materi atau sebuah tanda jasa yang kami harap tapi lebih dari
itu “sesuatu yang istimewa”. Rasa bangga, haru, bahagia melebur menjadi satu
dalam setiap kegiatan yang kami lakukan. Ini pula yang kembali terjadi pada hari
ini, Rabu, 1 Januari 2014. Di saat orang lain sedang menikmati liburan bersama
keluarga tercinta, kami memilih untuk kembali datang berbagi kebahagiaan di
desa binaan kami “Pulonggida” dalam acara yang kami sebut Pekan Olahraga
Puulonggida. Rencananya kegiatan ini akan kami lakukan pada hari Minggu,
tanggal 29 Desember 2013, namun dikarenakan pada hari itu hujan sangat deras
yang menyebabkan lapangan tempat kegiatan rencananya akan dilaksanakan
tergenang oleh air maka kamipun menunda kegiatan tersebut dan memindahkannya
pada tanggal 1 januari 2014.
Jadwal
briefing yang direncanakan pukul 14.30 WITA sdikit molor karena cuaca yang
kurang mendukung. Setelah hujan agak reda, tampak satu persatu volunteer GKM
memasuki halaman sekretariat. Diawali say
hello kami lalu mulai persiapan untuk menuju Puulonggida. Walaupun
volunteer yang hadir tidak sebanyak biasanya namun semangat kami tetap utuh.
Berbagai persiapan telah dilakukan sejak hari minggu sehingga hari ini tinggal
pemantapan. Pukul 16.30 WITA kami bergerak meninggalkan sekretariat tempat kami
bernaung hingga menunggu hujan reda menuju desa Pulonggida. Sebagaian volunteer
sudah berangkat duluan untuk menyapa adik-adik dan mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan hari ini.
“Titian Menuju Nyala” kembali menyapa kami. Bebatuan yang
sebelumnya dibasahi oleh rintik-rintik hujan kembali menyapa kami dengan
sentakan-sentakan yang membuat para pengendara motor “demam sesaat”.
Sepanjang jalan pepohonan rimbun melambai indah tertiup angin awal tahun.
Perjalanan yang tidak terlalu mulus itu usai ketika kami sampai di gerbang
sekolah. Tawa renyah dan teriakan anak-anak merupakan acara penyambutan dan
pembukaan di setiap kunjungan kami. Antusiasme mereka tak padam oleh mendung
yang sore itu menyelimuti hampir seluruh kawasan Kendari. Mereka telah menunggu
kehadiran kami sejak pukul 14.30 WITA. Tampak pula Siska salah saeorang adik
didik kami, baru saja selesai menjemput adik-adik yang letak rumahnya cukup jauh
dari sekolah.
Kegiatan hari itu diawali dengan merampungkan semua
persiapan, menyiapkan peralatan dan hadiah yang akan diberikan kepada pemenang
lomba. Adik-adik didik di bagi menjadi 5 kelompok dengan sistem lomba kontingen.
Setiap kelompok akan mengirimkan utusannya untuk mengikuti beberapa
perlomabaan, dimana pada akhirnya setiap point dari pemenang akan dikalkulasi untuk menentukan
kelompok yang akan memenangkan pekan olahraga ini. Adapun lomba yang telah
disiapkan pada sore itu adalah lomba
makan kerupuk, balon kekompakkan, balap karung, kelereng estafet, dan kaki
berkait.
Lomba dimulai dengan “Makan kerupuk” yang diikuti oleh
lima orang perwakilan dari masing-masing kelompok. Tiupan terompet sisa tahun
baru menjadi tanda mulainya permainan. Dengan antusias adik-adik mulai
menggiigit kerupuk yang digantung didepannya diiringi dukungan oleh kelompok
masing-masing. Beberapa volunteer rupanya tak kekurangan akal untuk lebih
menyemarakkan suasana ini. Kerupuk-kerupuk di olesi kecap cukup banyak sehingga
ada peserta yang hanya menjilat kecapnya saja. Kecap tersebut juga tak ayal
membuat kerupuk menjadi lembab. Walhasil kerupuk renyah bertransformasi menjadi
“Dodol kerupuk” saking kenyalnya sampai tidak bisa lepas saat digigit. Ada yang
sampai harus menarik sekuat tenaga namun belum terlepas juga. Tak kekurangan
akal, seorang peserta tidak melepaskan kerupuk yang telah berada di mulutnya,
kerupuk dilumat terus sampai habis.
Tak ada yang sia-sia dari sebuah usaha. Permainan dapat diselesaikan dengan wajah-wajah berhias kecap berbingkai tawa dan canda. Pendukung masing- masing kelompok bersorak ketika kelompoknya dumumkan sebagai juara. Tak ada raut kekecewaan yang menghampiri wajah adik-adik yang tidak memenangkan permainan ini, sebab permainan selanjutnya sudah menanti.
Tak ada yang sia-sia dari sebuah usaha. Permainan dapat diselesaikan dengan wajah-wajah berhias kecap berbingkai tawa dan canda. Pendukung masing- masing kelompok bersorak ketika kelompoknya dumumkan sebagai juara. Tak ada raut kekecewaan yang menghampiri wajah adik-adik yang tidak memenangkan permainan ini, sebab permainan selanjutnya sudah menanti.
“Balon Kekompakkan” inilah lomba kedua yang disediakan
oleh volunteer. Masing-masing kelompok kembali mengutus 2 anggotanya untuk menjadi
peserta. Balon dibagikan kepada para peserta.
Balon tersebut ada yang pecah
sebelum waktunya sehingga ada 1 kelompok yang tak lagi memiliki balon dan
terancam didikualifikasi dikarenakan persiapan balon yang di bawa oleh
volunteer terbatas. Raut sedihpun tampak menghinggapi wajah adik didik kami.
Melihat raut sedih yang tampak di wajah adik didik membuat beberapa volunteer
mencarai akal, hingga akhirnya lakban pun menjadi juru selamat untuk
menanggulangi sisa balon yang ada, namun bocor. Aturan permainan ini yaitu
setiap kelompok diwakili oleh dua orang anak yang saling membelakang dan
menjepit balon. Mereka harus berjalan sampai garis finish yang jaraknya ± 50
meter. Jika dalam perjalanan ada balon yang jatuh maka peserta harus kembali
mulai di garis start.

Tiupan terompet kembali menjadi tanda dimulainya
permainan. Kekompakkan menjadi kunci keberhasian permainan ini. Para pemain
harus berjalan beriringan menuju tempat yang sama. Kelompok tiga cukup menyita
perhatian kami. Bagaimana tidak, peserta dari kelompok ini memiliki tinggi badan
yang terpaut cukup jauh. Mereka tak bisa berjalan seimbang karena balon berada
disisi kanan mereka. Bukannya berjalan menuju garis finis justru berjalan
secara serong ke arah kanan agar bola tidak jatuh. Hanya satu kelompok yang
bisa terus berjalan tanpa menjatuhkan balon sedangkan yang lain hampir semua
menjatuhkan balonnya dan terpaksa harus memulai kembali dari awal.
selanjutnya, kegiatan
favorit masyarakat Indoneisa yang hampir tak pernah terlupakan adalah lomba
balap karung. Sedikit cerita tentang lomba ini, konon katanya adalah wujud
ketidaksukaan masyarakat terhadap penjajah. Susahnya hidup pada masa penjajahan
memaksa mereka harus membuat pakaian dari karung goni yang kasar. Hingga
akhirnnya setelah merdeka, masyarakat menginjak-injak karung tesebut. Konon
itulah asal-usul lomba balap karung yang menjadi salah satu bagian pada
kegiatan kali ini.
Seperti 3 kegiatan seblumnya, lomba balap karung diikuti oleh utusan dari masing-masing kelompok. Permaianan ini dilakukan oleh dua orang secara estafet. Peserta pertama masuk kedalam karung lalu melompat hingga batas yang telah ditentukan dan peserta kedua melanjutkan. Sorak-soari pendukung kembali meramaikan suasana lomba. Tawa para volunteerpun kembali terdengar ketika melihat tingkah adik-adik didik yang ikut balap karung. Nampak salah seorang adik didik yang langsung melucuti karung milik temannya saking semangatnya ingin memenangkan permainan.
Seperti 3 kegiatan seblumnya, lomba balap karung diikuti oleh utusan dari masing-masing kelompok. Permaianan ini dilakukan oleh dua orang secara estafet. Peserta pertama masuk kedalam karung lalu melompat hingga batas yang telah ditentukan dan peserta kedua melanjutkan. Sorak-soari pendukung kembali meramaikan suasana lomba. Tawa para volunteerpun kembali terdengar ketika melihat tingkah adik-adik didik yang ikut balap karung. Nampak salah seorang adik didik yang langsung melucuti karung milik temannya saking semangatnya ingin memenangkan permainan.
Belum lenyap kehebohan lomba balap karung, lomba kelereng
estafet telah menanati. Setiap kelompok harus kembali mempersiapkan jagoannya
untuk mengikuti lomba ini. Permainan ini melibatkan dua orang anak. Aturan
permainannya hampir sama dengan lomba balap karung. Setiap kelompok mengirim
perwakilan dua anak yang akan memainkan lomba balap kelereng secara estafet.
Adik-adik menggigit sendok yang di atas sendok ini di simpan kelereng, jika
kelereng tersebut jatuh maka peserta tersebut harus mengulangi lagi dari garis
start. Kehebohan terus terjadi ketika permainan ini dimulai, adik didik
kami yang bernama Nur bahkan harus mengulang hampir 10 kali dikarenakan kelerengnya
jatuh, meskipun begitu dia tetap tidak patah semangat dan melanjutkan
perlombaan hingga garis finish.
Apa yang dilakukan Nur ini tampak lucu, namun ketika kami melihat itu, ada satu pelajaran yang diajarkan Nur kepada kami, satu hal yang mungkin tidak terpikirkan, rasa optimis dan tidak berputus asa. Ketika kita melakukan sesuatu, berjuanglah hingga garis finish, tak masalah berapa kali kita jatuh dalam memperjuangkan sesuatu, yang terpenting adalah kita bisa bangkit lagi dan melanjutkannya hingga akhir .
Apa yang dilakukan Nur ini tampak lucu, namun ketika kami melihat itu, ada satu pelajaran yang diajarkan Nur kepada kami, satu hal yang mungkin tidak terpikirkan, rasa optimis dan tidak berputus asa. Ketika kita melakukan sesuatu, berjuanglah hingga garis finish, tak masalah berapa kali kita jatuh dalam memperjuangkan sesuatu, yang terpenting adalah kita bisa bangkit lagi dan melanjutkannya hingga akhir .
Waktu telah menunjukkan pukul 17.30, kami mengakhiri
permainan dengan lomba “Kaki Berkait “.
Masing-masing kelompok kembali mengutus 3 orang perwakilan. Tali rafia turut
serta menyemarakkan kegiatan ini. Peserta yang terdiri dari tiga orang harus
merelakan kakinya untuk diikat, kaki kanan peserta yang berada di tengah diikat
dengan kaki kiri peserta yang berada disebelah kanannya sedangkan kaki kirinya
diikat dengan kaki kanan peserta di sebelah kirinya. Dalam permainan ini,
peserta sebisa mungkin menyesuaikan langkah satu sama lain. Jarak yang harus
mereka tempuh ± 50 meter. Permainan ini tidak hanya mengutamakan kecepatan
tetapi kekompakan sebab walaupan mereka cepat kalau tidak kompak maka dipastikan
mereka akan terjatuh. Saking semangatnya bahkan salah satu kelompok yang
mempunyai anggota lebih kecil seakan-akan tidak menginjak tanah dan terangkat
oleh anggota kelompok lain yang lebih besar. Kejadian ini tak pelak mengundang
gelak tawa kami sebagai penonton.
Dengan berakhirnya lomba “Kaki Berkait” maka berakhir
pula kegiatan pada sore itu. Skor masing-masing pemenang dijumlahkan dan
kelompok yang berhasil mengumpulkan skor tertinggilah yang keluar sebagai
juaranya. Kelompok 5 (Rock and Roll) yang digawangi oleh Ssteviana,
Erwin, Astrid, Novita, dkk (pendamping Kak Syahban dan Kak Askar ) Berhasil keluar sebagai juara satu dengan mengumpulkan
point terbanyak, disusul oleh kelompok 2 (blazer pop) yang digawangi oleh Siska, Rafli, Santi dkk (pendamping : Kak Rahma) sebagai juara dua dan kelompok
1 (edelweis) yang digawangi oleh Iksan, Rizal, Angel, Dinda, berhasil meraih
juara tiga. Kembali sorak sorai bergemuruh dari pendukung masing-masing
kelompok., masing-masing anggota kelompok yang memenangkan lomba ini berhak
memperoleh 2 buah buku dan 1 buah pulpen. Kelompok yang lain juga mendapatkan
bermacam-macam hadiah. Tawa gembira dan foto bersama menjadi penutup pertemuan
kami sore itu. Satu persatu anak-anak menyalami kami dan bergegas pulang
kerumah masing-masing.
Kak Syahban membagikan buku sebagai hadiah untuk adik yang di dampinginya
Tak perlu pencitraan dengan modal berlimpah untuk membagi
kebahagian. Cukup keikhlasan dan hati yang tulus. Tawa mereka kembali menjadi
awal hari kami memasuki tahun 2014. Permainan ini bukan sekedar untuk bermain
dan bersenang-senang tapi lebih dari itu, permainan ini menjadi ajang
pembelajaran bagi kami semua. Bahwasanya untuk mencapai suatu tujuan diperlukan
langkah seiring sejalan. Tak ada sikap saling menjatuhkan, tak ada sikap
melemahkan, dan tak ada sikap mengejek kepada yang kalah. Sportivitas
betul-betul ditunjukkan, tak ada kecurangan, hanya sikap jujur yang ditampilkan.
Alngkah indahnya negeri ini jika semua orang mengamalkan sikap-sikap ini. Yang
lemah tidak merasa minder sebab yang kuat menjadi pengayom, Semoga sikap ini
menjadi awal pembentuk keperibadiaan para bibit bangsa ini.
GKM tak mungkin menjerat para koruptor,namun GKM
mempersiapkan bibit bangsa ini untuk tidak menjadi koruptor. Menyalakan lilin
akan lebih baik dari pada sekadar mengutuk kegelapan. “Titian Menuju Nyala”
terus menunggu untuk engkau lewati hingga suatu saat ia akan berubah menjadi “Nyala”
yang siap menebar cahayanya ke segenap bumi pertiwi bahakan hingga keseluruh
jagad raya ini.
Sore
itu kami pun mendapatkan sebuah pelajaran yang sangat berharga dan mungkin tidak
akan kami sadari jika tidak bertemu adik-adik di Puulonggida, bahwa bahagia itu
sederhana, hanya dengan datang dan bermain bersama mereka merupakan sebuah
kebahagiaan yang akan selalu terkenang di benak kami dan di benak mereka, para
penerus bangsa ini dikemudian hari.
[HSR]
POP (Pekan Olahraga Puulonggida): Mendidik dengan Sportivitas
Reviewed by Unknown
on
17.03
Rating:

Tidak ada komentar